MARODAH SENI TARIAN BELADIRI
Malam berselimut kabut berjalan menyusuri jalan berbatu, berpagar pohon menjulang, dan bambu nan rimbun menuju panggung pentas Desa
Samiranan, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Tenda pentas
berukuran 5 m x 10 m berhias daun kelapa hijau diikat pada bambu yang mengitari
di setiap sisi sebagai sekat pembatas arena dan penonton, beralaskan "grajen" atau serbuk sisa penggergajian kayu, dan terdapat panggung setinggi 50 cm dengan lebar 2 m x 3 m.
Dinding panggung
berbingkai kain hijau bertuliskan Kesenian Marodah
"Syubbaanurryiyadl" yang artinya pemuda yang giat berolahraga.
Masyarakat desa
mulai berdatangan ingin menyaksikan sebuah tontonan apik para lelaki tangguh.
Tak mau ketinggalan para bocah berkumpul dan berlarian meramaiakan suasana.
Jedor dan terbang memecah belantara
mengiringi barisan lelaki tangguh berkostum warna warni menuju pentas, berjalan
berkeliling arena dipandu dengan tabuhan kemudian berbaris rapi.
Lantunan syair
puji-pujian mengagungkan Tuhan yang berisi harapan, doa, dan peng-Esa-an
melebur dengan tabuhan memberi sentuhan yang sarat akan magis.
Tarian berpadu
dengan jurus diperagakan hingga pada akhir pentas atraksi duel tanding terjadi.
Para pemain bak kesurupan memperagakan jurus-jurus menyerupai macan, monyet,
dan binatang lain.
Marodah
merupakan kesenian yang berasal dari Temanggung, Jawa Tengah, perpaduan tarian
dan bela diri.
Kesenian ini sudah
ada sejak masa penjajahan kolonial belanda yang diwariskan oleh sesepuh di
daerah setempat.
Pada masa
penjajahan belanda banyak perguruan silat yang dilarang, karena ditakutkan akan
menimbulkan pemberontakan oleh pribumi.
Pelarangan
tersebut menciptakan sebuah ide oleh kaum muda pada masa itu untuk tetap bisa
berlatih beladiri yang dikemas dengan tarian yang diiringi musik tradisional
sehingga terciptalah sebuah kesenian yang apik dan menghibur. (Perjalanan studi lapangan tahun 2012).
0 comments:
Post a Comment