GEBYURAN BUSTAMAN : MENYATU DALAM KEGEMBIRAAN TRADISI PEMBERSIHAN DIRI JELANG RAMADHAN
Langkah kaki menyusuri gang - gang sempit, anak - anak kecil berlarian bermain, bercanda dan tawa mewarnai salah satu sudut kampung di Kota Semarang.
Perkampungan kota yang mulai berbenah tembok dan jalan berhias warna-warni dan mural.
Sedari siang aktivitas ramai, kesibukan warga Kampung Bustaman mempersiapkan hajatan Gebyuran Bustaman yaitu tradisi ritual pembersihan diri warga menjelang datangnya bulan Ramadhan yang biasanya dilakukan satu minggu sebelum puasa dengan cara Gebyuran (memandikan/menyiram).
Suara azan asar terdengar dari masjid di tengah kampung, aku dan warga bergegas menunaikan shalat berjamaah. Selepas asar warga mulai berkumpul dari anak - anak hingga dewasa mengelilingi masjid membawa kantong - kantong plastik berisi air berwarna-warni. Suasana ramai penuh keceriaan tak sabar menunggu Gebyuran.
Wajah - wajah penuh coreng warna-warni sebuah simbol pembersihan diri dari noda dan kesalahan dalam tradisi ritual Gebyuran.
Kamera mulai ku bungkus pelindung anti air tak lupa jas hujan ponco plastik berwarna hijau toska ku pakai.
Doa bersama mengawali sebelum ritual berlangsung, semua tunduk dalam khusuk memohon berkah dan kelancaran dalam berlangsungnya Gebyuran.
Riuh rentetan suara petasan rawit yang menjuntai usai doa bersama. Disusul suara sirine menggema disetiap penjuru. Sebuah kantong plastik berisi air berwarna merah terbang mengenai seorang bocah dan membasahi tubuhnya, disusul saling lempar kantong - kantong plastik.
Berlarian saling mengejar berusaha membasahi teman sebayanya, ember - ember berisi air ditumpahkan, selang - selang air disemprotkan membasahi setiap orang. Selain itu, tidak boleh ada rasa dendam, emosi dan amarah dalam tradisi Gebyuran.
Ku abadikan setiap momen dengan kamera, menyatu dalam kegembiraan bersama warga.
Menurut warga sekitar Gebyuran ini merupakan kebiasaan tokoh pergerakan Semarang, yaitu Kiai Bustaman dimana setiap menjelang Ramadhan selalu memandikan cucunya di sumur Kampung tersebut. Air yang digunakan untuk tradisi ritual Gebyuran diambil dari sumur tua yang sudah ada dari tahun 1740-an dimana usia sumur tersebut sama dengan usia dibangunnya Kampung Bustaman.
Usai Gebyuran, makanan khas dihidangkan bersama warga menyicip makanan kesukaan Kiai Bustaman yaitu Nasi Gudangan.
0 comments:
Post a Comment