CERITAKU DI BROMO
![]() |
"Bahagia itu sederhana" instagram @shidiq_laksananto |
Semilir
angin menerpa wajah, memasuki setiap sela – sela parka yang ku pakai. Menapaki
jalan berbatu yang ditata sedemikian rupa, ditemani rimbunnya pohon pinus di
sisi kanan dan kiri menembus dusun yang masih berjarak antar rumah. Sesekali
bertegur-sapa dengan senyum simpul dan memanggul sebongkok rumput di kepala. Perjalanan
dari Lumbang menuju Sukapura sekitar satu jam dan kami terhenti pada sebuah
SPBU terakhir yang ada di Sukapura, perjalanan hendak ke Bromo. Antrean panjang
mengekor, tangki – tangki yang kosong di penuhi, begitu pula dengan motorku.
Jalan
menanjak dan meliuk – liuk dengan suguhan panorama alamnya yang begitu nyata
dan menyegarkan mata. Semakin jauh menyusuri jalan, kabut – kabut putih kian
menebal, dingin mulai terasa, sesekali titik – titik embun menempel di wajah.
Empat puluh menit perjalanan kami dari Sukapura untuk sampai di Cemoro Lawang.
Senja
yang dingin di Cemoro Lawang di temani dengan susu jahe panas untuk
menghangatkan badan dan mengisi perut yang lapar dengan satu porsi pecel telur
mata sapi, tak lantas kenyang aku dengan satu porsi, ku minta satu porsi lagi,
entah karena lapar dan ditambah dengan dinginnya Cemoro Lawang. Ku tinggalkan
sejenak saudari kecilku untuk istirahat dan aku pergi mencari informasi
mengenai Taman Nasional BTS. Berjalan menuju pos dan bertanya kepada petugas
setempat, Rp 75.000,- /motor retribusi masuk ke Taman Nasional BTS. Lima puluh
meter sesuatu menarik perhatianku, berjalan menuju gasebo tempat orang banyak
berkumpul. Panorama Bromo yang terlihat dengan hamparan pasir di sekelilingnya,
semburat kekuning – kuningan di sisi barat menambah keindahan kala senja itu.
Terlihat dari kejauhan sekumpulan para lelaki sedang berkumpul dan
bersendaugurau, salah seorang diantaranya mendatangiku dengan pakaian khas
sarung yang dikalungkan di badan. Bertegur-sapa dan bertanya padaku hendak
kemana ?, begitu pula denganku bertanya – tanya untuk menggali informasi
tentang Taman Nasional BTS. Selang kami mengobrol dan berkenalan dengan yoga,
dia pun menawarkan jasa ojek untuk berkeliling BTS. Saling tawar menawar harga
akhirnya sampai pada sebuah kesepakatan. Tak lantas itu, diapun menawarkan
untuk mencarikan penginapan untuk bermalam di rumah penduduk setempat yang disewakan.
Deru suara jeep – jeep kekar memecah dingingan
pagi itu, pukul 03.00 waktu setempat kami sudah bersiap menuju penanjakan
dipandu dengan yoga dan saudari kecilku memboncengnya. Menyusuri hamparan pasir,
begitu sulit tak semudah yang kubayangkan, sering aku tertinggal oleh yoga yang
mungkin sudah terbiasa melaluinya. Debu – debu beterbangan , kaca helm yang
selalu rapat dan masker tak pernah kulepas, perlengkapan yang wajib ketika
berkeliling Bromo. Perasaan lega ketika mulai masuk jalur penanjakaan yang
berganti dengan aspal tipis. Jalan menanjak mulai kudaki, raung – raung suara
jeep beradu memenuhi jalanan. Terhenti aku pada pos penanjakan satu, karena jalan
menuju penanjakan dua sudah tertutup rapat oleh jeep – jeep yang berjajar.
Menanti Sang Surya muncul di ujung timur, gradasi warna mulai terlihat orange, keungu – unguan dan hitam gelap berangur – angsur menjadi orange kekuning – kuningan, ungu menjadi biru dan semburat awan merah jambu. Kian terlihat lukisan alam nan indah, di timur terlihat Gunung Raung yang erupsi, awan hitam yang membumbung diangkasa lambat-laun tak tampak tertutup awan. Kawah Bromo mulai terlihat di susul dengan gunung batok, tak mau melewatkan momen – momen langka aku mulai mengabadikan dengan kamera saku di tangan, tak lupa kami pun berselfi bersama dengan latar belakang Bromo.
![]() |
"Keceriaan dua saudara sebelum melepas masa lajang" instagram@shidiq_laksananto |
Dingin
kian terasa menusuk, jari – jari terasa beku, hamparan pasir mulai ku lalui.
Jari – jari yang kaku beradu dengan tarikan gas, mencoba mengendalikan laju
motor di atas pasir menuju kawah keramat Bromo. Di tengah hamparan pasir ku
jumpai sebuah pura yang berdiri kokoh, daya pikat spiritualnya sungguh kentara
yang di tutupi dengan kabut – kabut putih yang mengitarinya. Ku parkirkan motor
dan berjalan menuju kawah, ku jumpai sekelompok orang yang khusuk beribadah di
kaki tangga menuju atas Bromo. Aroma dupa dan kemenyan menjadi satu. Kawah
Bromo dengan sederet kisah yang menciptakannya dan di yakini masyarakat sekitar
menjadi daya pikat anak negeri dan luar negeri. Sepekan sebelum upacara Yadnya
Kasada Bromo rasa mistik kian terasa menjadi magnet para wisatawan untuk
melihat prosesi ritual adat. Tampak para turis dari mancanegara mulai
berdatangan.
Di
puncak kawah terdapat pagar pembatas pengunjung dan terdapat patung Ganesha
yang seperti menjaga kawah tersebut. Terlihat didasar kawah asap putih mengepul
membumbung ke angkasa dan bau belerang memenuhi sekitar. Banyak dari para
wisatawan yang mengabadikan setiap momen disana. Puas di kawah akupun turun, di
atas kawah kami mengantri karena ramainya pengunjung yang berdatangan. Kami
turun tak lantas menuju tempat parkir, rasa penasaran bergelayut dalam pikiran.
Langkah kaki mengarah pada sebuah pura yang kental akan nuansa magis dan
mistis. Semakin dekat nuansa spiritual begitu terasa, kian tertarik aku dengan
pura tersebut. Kami pun masuk melewati gapura kembar dengan dua patung penjaga,
halamannya luas, terdapat pula bangunan di dalammnya dengan pintu yang khas.
Kami pun masuk, ku dapati patung Ganesha disana, dibelakangnya terdapat
bangunan diatasnya terdapat pagupon (rumah
burung dara) terlihat beberapa burung dara bercengkrama saling menari untuk
memikat lawan jenis. Begitu damai suasana di dalam sini, keselarasan yang
terlihat antara alam, manusia dan hewan menjadi satu di tambah dengan suguhan
latar belakang Gunung Batok. Pura Luhur Poten dibalik nuansa magisnya
keselarasan dan harmoni terlihat.
Perut
yang mulai lapar memaksa kami untuk menuju parkiran dan mencari yoga pemandu
kami. Bertemu dengan yoga kami berdiskusi perjalanan berikutnya hendak kemana,
akupun bertanya “jikalau dari bromo ingin menuju malang rute tercepat lewat
mana ?”, yoga menyarankan untuk melewati Gubuk klakah setelah bukit Teletabis
naik melewati rute Jeep, tapi dengan konsekuensi medan yang berat dan jalan
tanah berbatu. Kami pun sepakat melewati jalur tersebut. Kami pergi
kepenginapan sebentar untuk beristirahat dan mengemas barang bawaan sekalian
melanjutkan perjalanan. Pukul 11.00 waktu setempat kami janjian bertemu di
gasebo setelah gerbang masuk Taman Nasional BTS.
Pasir berbisik
tujuan kami, hamparan pasir kami lalui dengan ekstra hati – hati, ku susuri
jalan berpasir berkendara pelan menuju sisi kiri Kawah Bromo dan semakin
menjauh. Hamparan pasir yang luas bak di gurun dengan pemandangan alam yang
rupawan. Terdengar sayup – sayup suara angin berhembus seraya membisikan
nyanyian alam. Ini lah pasir berbisik, celotehku dalam gumaman, dari kejauhan
terlihat kabut bergumul datang mendekat, seketika suasana menjadi putih sesaat
dan hilang. Sungguh luar biasa fenomena alam yang barusan terjadi.
Motor ku pacu
dengan ekstra hati – hati dari kejauhan terlihat sabana yang penuh dengan
ilalang. Berjalan di tengah – tengahnya serasa damai, di dalam pikiran terbayang
cuplikan – cuplikan film petualangan yang sarat akan keseruan. Tangan kanan
memengang kemudi dan tangan kiri membelai ilalang merasakan setiap nafasnya,
hingga kami pun berjumpa dengan bukit – bukit menhijau bak permadani. Orang di
sekitar menyebutnya dengan Bukit Teletabis, karena pemandangannya mirip dengan
serial film anak – anak masa kecil dulu.
Sejenak
menikmati suasana dan beristirahat, karena kami harus mengumpulkan tenaga untuk
perjalanan berikutnya, yaitu perjalanan yang berat, jalan tercepat untuk sampai
ke Malang tanpa harus memutar arah. Jalan beton yang rusak mulai kami susuri
berjalan dengan pelan dan hati – hati, sesekali kami terhenti untuk bahu –
membahu saling menolong. Seringnya motor yang ku kendarai tersangkut pada
sebuah gundukan tanah dan batu.
Jalanan
terjal dan menanjak menjadi sebuah resiko yang harus kami lalui agar bisa
sampai di Malang. Menurut yoga, rute jalur ini dulu pernah beralaskan beton,
tetapi karena kontur tanah yang labil membuat beton – beton ini rusak dan di biarkan
sampai sekarang. Sesekali motorku harus di dorong karena medan yang ekstrim,
keseruan dari sebuah perjalanan yang selalu aku suka.!!. sesampainya di
pertigaan Bromo, Ranu Pane dan Gubuk Klakah, kami harus berpisah dengan yoga.
Terimakasih telah menjadi pemandu kami selama di Bromo, semoga kelak kita bisa
berjumpa lagi.
![]() |
"Tentang mereka" instagram@shidiq_laksananto |
![]() |
"Pemberani kecil" instagram@shidiq_laksananto |
![]() |
Pura Luhur Poten |
![]() |
Pasir Berbisik |
![]() |
Blok Savana |
![]() |
Bukit Teletabis |
![]() |
"Inspirasi dititik savana" instagram@shidiq_laksananto |
![]() |
Rute Masuk ke Bromo dari Malang |
Kapan q d jak mrono pit
ReplyDeleteSuatu saat..
DeleteSesuatu akan indah pada saat kita bisa menikmati keindahan INDONESIA.
ReplyDeletemantep pak bosss
ReplyDeleteSuwun mas bro..
Delete