SEMIOTIKA, MAKNA
ATAS PERISTIWA “TINGKEBAN”
BUDAYA-dengan mempelajari sebuah perkembangan kebudayaan kesenian masyarakat maka kita akan mengetahui proses
terbentuk dan terjadinya sebuah kesenian masyarakat itu.
Tidak ada kata yang berarti
“seni”dan “seniman”dalam bahasa Eskimo. Tidak ada juga pembeda antara barang
yang dipakai sehari – hari dengan barang berharga untuk hiasan. Fakta ini di tulis oleh Edmun Carpenter, antropolog
kanada, yang mengkhususkan diri untuk meneliti kesenian dan cara – cara
komunikasi, dalam bukunya Eskimo
Realities (Haviland, 1999: 226 – 227).
Kesenian sering kali dihubungkan
dengan agama atau sistem religi. Karena didalam masyarakat tradisional tidak
mudah untuk menarik garis batas yang tegas, kapan sebuah kegiatan tersebut
sebagai kesenian atau sebagai sebuah ritual religi.
Seni adalah sebuah penggunaan
imajinasi manusia secara kreatif untuk menerangkan, memahami, dan menikmati
kehidupan. Karya seni adalah produk yang dihasilkan dari pengguanaan imajinasi
secara kreatif itu. Sementara, kesenian adalah keseluruhan system yang
melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif. Di dalam sebuah
kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu.
Pertumbuhan kesenian sebagai salah
satu unsur budaya bangsa Indonesia
yang terdapat diseluruh wilayah Indonesia
memperlihatkan hubungan erat dengan aspek religi kehidupan bangsa Indonesia .
Ciri khas nuansa kesenian tradisional hidup dan berkembang saat ini dan dapat
mengangkat kedudukannya kegelanggang kesenian nasional dan intrnasional. Memang
kesenian lebih banyak menampilkan diri dalam nilai universal sehingga yang
mungkin ditampilkan dalam kategori kesenian daerah terbatas pada peralatannya
yang menjadi sarana pelahiran kesenian itu. Seni sastra, umpanya secara
semantik dapat menampilkan makna – makna dan simbol – simbol yang universal,
perenunganya mengunakan bahasa daerah. Hasil karya seperti ini mungkin dapat
diangkat menjadi seni sastra nasional melalui penjelmaan kedalam bahasa Indonesia .
Demikian pula dengan seni suara, seni musik, seni lukis, seni rupa, dan lain –
lain secara substansial adalah hasil karya budaya yang memiliki makna
universal. Kesenian ditampilkan melalui peralatan atau prasarana lokal/daerah
sehinggadisebut kesenian daerah yang ditampilkan digelanggang nasional maka ia
akan menjadi unsur kebudayaan nasional dengan nilai – nilai kemanusiaan yang
universal.
Oleh karena itu, hasil karya budaya
di bidang kesenian dalam pertumbuhan dan perkembangannya di daerah – daerah menjadi
sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi pertumbuhan kesenian, sebagai
unsur kebudayaan nasional. Adapun kemungkinan tumbuhnya kreasi – kreasi baru
dalam bidang kesenian, yang terlihat atau terasa tak adaresapan inspirasi dari
karya – karya seni daerah sebagai sumbernya. Dengan demikian, hak itu merupakan
unsur kebudayaan yang patut diterima dalam memperkaya sumber – sumber inspirasi
kesenian Indonesia.
TINGKEBAN
Upacara tingkeban merupakan upacara peringatan ketika
usia kehamilan seorang wanita
mencapai tujuh bulan. Pada umumnya upacara ini hanya dilakukan untuki anak pertama/kehamilan pertama saja.
mencapai tujuh bulan. Pada umumnya upacara ini hanya dilakukan untuki anak pertama/kehamilan pertama saja.
Sebagai suatu upacara adat, tingkeban memiliki tata
cara tertentu, baik menyangkut waktu pelaksanaan, perlengkapan,
maupun pihak pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Semua tata cara tersebut
memiliki makna yang diharapkan akan membawa kebaikan bagi ibu yang sedang
mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan. (Pringgawidagda, 2003)
Pengertian
Tingkeban
adalah tata cara dan tata upacara yang dilaksanakan ketika kandungan seseorang
wanita mencapai usia tujuh bulan atau sering juga di sebut dengan mitoni. Mitoni berasal dari bahasa jawa pitu yang berarti tujuh. Upacara ini hanya dilakukan pada anak pertama
saja dan untuk anak-anak berikutnya tidak perlu dilaksanakan upacara tingkeban.
Tata
cara dan tata upacara mempunyai perbedaan arti. Tata cara mengacu pada segala
piranti yang digunakan untuk acara tingkeban atau mitoni, sedangkan tata
upacara mengacu pada urutan acara pelaksanaan. . (Pringgawidagda, 2003:1)
Aart van Zoest (dalam Sujiman,
1992:5) mendevinisikan semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain,
pengirimnya, dan penerimanya oleh mereka yang mempergunakannya. (Santosa,
1993:3)
Waktu Pelaksanaan
Dari beberapa sumber seperti Serat tatacara I (Padmasusastra, 1983), penelitian Bambang Sularto,
dkk. Dari Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional DIY, dan Ibu Ari Santosa
(perias dan juru paningkeb) menyatakan bahwa waktu pelaksannan tingkeban
mengarah pada pakem sebagai berikut.
a. Hari
Selasa dan Sabtu.
b. Waktu
siang hingga sore (11.00 – 16.00)
c. Dilasanakan
pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama, lebih diutamakan pada tanggal 7.
Peralatan dan Makna
Peralatan adalah segala hal yang mendukung
pelaksannan tata upacara tingkeban. . (Pringgawidagda, 2003: 3)
- Pengarong
Pengarong atau tempayan untuk wadah air perwita
sari. Perwita artinya suci, sari artinya bunga. Pengaron diisi air suci yang
telah dicampur dengan bunga agar harum baunya. Hal ini melambangkan bahwa
setiap orang (apalagi sedang hamil) hendaknya senantiasa menyucikan diri baik
lahir maupun batin.
b. Toya Suci Perwita Sari
Air suci ini digunakan untuk mandi calon ibu. Air
suci ini diambil dari 7 sumber mata air. Jumlah 7 sesuai dengan masa kehamilan
ibu, yaitu 7 bulan. Ketujuh air ini dapat dapat diambil dari penjuru mata angin
atau dari berbagai tempat yang dipercayai sebagai sarana penyucian diri. Hal
ini bertujuan agar ke mana pun calon ibu pergi senantiasa diberi keselamatan.
c. Sekar Setaman atau Sritaman
yaitu bunga mawar, melati, kantil dan kenanga.
Keempat bunga tersebut merupakan bunga pilihan (tetungguling). Karena bunga terpilih, keempat bunga tersebut juga
dusebut sekar sri taman. Sri berarti raja atau ratu (pimpinan utama), taman
berarti tempat tumbuhnya bunga yang sedang mekar menebar bau harum semerbak.
Perlambang bunga-bunga tersebut bermakana agar semua nasihat yang diberikan
oleh para tetua, cerdik pandai, orang tua dapat disimpan dan dikenang di lubuk
hati, serta dapat diamalkan oleh calon ibu-bapak (yang sedang tingkeban)dengan
tijuan mewujudkan kebahagiaan hidup berumah tangga.
d. Nyamping 7 dan Mori
yaitu kain jajarik/jarit berjumlah 7 untuk dipakai
berganti-ganti. Berikut 7 motif dari nyamping tersebut : Sidamukti, Truntum, Sidaluhur,
Parangkusuma, Semenrama, Udan ririrs, Cakar ayam, Grompol, Lasem, dan Dringin.
Yang bermakna bahwa segala perilaku calon ibu senantiasa dilambari/didasari
dengan hati yang bersih.
e. Dhingklik
adalah kursi kecil tempat duduk calon ibu.
f. Ron Kluwih
atau daun kluwih digunakan untuk alas duduk calon
ibu ketika mandi. Bermakan keluarga selalu diberikelebihan dalam segala hal
yang baik.
g. Ron Alang-Alang lan Ron Kapa-Kapa
daun ilalang dan daun dhadhap serep. Bermakna semoga
mulai sekarang sampai melahirkan cslon ibu tidak mendapatkan suatu halangan
apa-apa.
h. Klasa bangka
tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan.
Bermakna perjalanan hidup manusia.
i.
janur kuning
bermakna se3mua halangan telah dimusnahkan dan yang
ditemukan hanya keselamatan.
j.
Keris Pusaka Kyai
Brojol dan Kunir
Bermarmakna bayi dapat lahir dengan lancer.
k. Telur
ayam
l. Cengkir
gading
kelapa berwarna kuning. Yang bermakna kemenangan
calon ibu dan jabang bayi.
m. Klenthing
n. ayam beserta sangkarnya
o. Siwur (gayung)
p. rujak
q. dhawet
Simpulan
: Upacara tingkeban/mitoni ini bertujuan
agar calon ibu dan bayi yang sedang dikandung dapat selamat sampai proses
persalinan dan juga keluarga calon ibu dan bapak mendapat berkah dari sang
pencipta.
Saran
: Sebagai warga Negara Indonesia kita wajib melestarikan kesenian dan
kebudayaan Agar tidak punah atau bahkan di jajah oleh Negara lain seperti kasus Malaysia
yang mengaku – ngaku bahwa kesenian Reog Ponorogo sebagai kesenian asli milik
Negara Malaysia ,
padahal itu tidak benar. Reog Ponorogo adalah kesenian asli milik Negara Indonesia
Pustaka
Kayam,
umar.1981. Seni Tradisi Masyarkat. Jakarta: Sinar Harapan.
Haviland,
William A. 1999. Antropologi 4th Edition, Terjemahan R.G. Soekadijo, Edisi keempat Antropologi, jilid 2.
Jakarta:
Erlangga
Koentjaraningrat.
1990. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rieneke Cipta.
Pringgawidagda,
Suwarna. 2003. Upacara Tingkeban. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Sare,yuni.
2007. Antropologi. Jakarta: Grasindo.
Santosa,
Puji.1993. Ancangan Semiotika dan
Pengkajian Susastra. Bandung:
Angkasa.
0 comments:
Post a Comment