Fenomena
Graffiti
Komunitas graffiti adalah salah satu komunitas yang
berkembang dan menjadi salah satu bagian dari masyarakat. Komunitas ini dapat
juga disebut sebagai komunitas bomber, dimana bomber merupakan sebutan bagi
pelaku graffiti. Graffiti pada awalnya merupakan kebudayaan anak muda di
kota-kota besar di dunia. Selama berabad-abad sebelumnya, graffiti berfungsi
untuk menandai keberadaan seseorang dan untuk mengungkapkan hal hal yang
bersifat politis, seksual, intelektual, puisi tentang cinta, hingga hal-hal
yang bersifat melawan kepada pemerintahan.
Graffiti sendiri berasal dari bahasa Italia, yakni,
grate, yang memiliki arti "goresan" atau "tulisan". Seiring
perkembangannya, graffiti telah menjadi seni jalanan di sudut-sudut kota. Semakin
berkembangnya dunia graffiti, bermunculan juga bomber-bomber di seluruh dunia
salah satunya di Indonesia. Meski banyak biaya yang dikeluarkan dan resiko yang
harus ditempuh, Para bomber tersebut tetap beraksi.
Sejarah perkembangan
graffiti
Grafiti (juga dieja grafitty atau
grafitti) adalah kegiatan seni rupa yang menggunakan komposisi warna, garis,
bentuk dan volume untuk menuliskan kalimat tertentu di atas dinding. Alat yang
digunakan biasanya cat semprot kaleng.
Perkembangan
kesenian di zaman Mesir kuno juga memperlihatkan aktivitas melukis di
dinding-dinding piramida. Lukisan ini mengkomunikasikan alam lain yang ditemui
seorang pharaoh (Firaun) setelah dimumikan.
Seni
lukis Mesir banyak ditemukan pada berkas-berkas papirus, dinding kuburan, serta
pada peti mati. Pada dasarnya seni lukis Mesir mempunhyai motif-motif yang sama
dengan seni relief, yaitu tidak memperhatikan perspektif, jauh dekat maupun
gelap terang. Warna-warna yang digunakan juga sangat sederhana. Untuk mewarnai
gambar kulit laki-laki digunakan wrna coklat kemerah-merahan. Untuk mewarnai
gambar kulit wanita digunakan warna kuning. Sedangkan untuk pakaian digunakan
warna putih, serta untuk perhiasan digunakan warna merah, biru, dan hijau
(Rasjoyo, 1994: 35).
Grafiti di Pompeii. Grafiti ini mengandung tulisan rakyat yang
menggunakan bahasa Latin Rakyat dan bukan bahasa Latin Klasik. Kebiasaan
melukis di dinding bermula dari manusia primitif sebagai cara mengkomunikasikan
perburuan. Pada masa ini, grafitty digunakan sebagai sarana mistisme dan
spiritual untuk membangkitkan semangat berburu.
Kegiatan
grafiti sebagai sarana menunjukkan ketidak
puasan baru dimulai pada zaman Romawi dengan bukti adanya lukisan sindiran
terhadap pemerintahan di dinding-dinding bangunan. Lukisan ini ditemukan di
reruntuhan kota Pompeii. Sementara di Roma sendiri dipakai sebagai alat
propaganda untuk mendiskreditkan pemeluk kristen yang pada zaman itu dilarang
kaisar.
Pada
perkembangannya, grafiti di sekitar tahun
70-an di Amerika dan Eropa akhirnya merambah ke wilayah urban sebagai jati diri
kelompok yang menjamur di perkotaan. Karena citranya yang kurang bagus, grafiti telanjur menjadi momok bagi keamanan kota.
Alasannya adalah karena dianggap memprovokasi perang antar kelompok atau gang.
Selain dilakukan di tembok kosong, grafiti pun
sering dibuat di dinding kereta api bawah tanah.
Di
Amerika Serikat sendiri, setiap negara bagian sudah memiliki peraturan sendiri
untuk meredam grafiti. San Diego, California,
New York telah memiliki undang-undang yang menetapkan bahwa grafiti adalah kegiatan ilegal. Untuk
mengidentifikasi pola pembuatannya, grafiti
pun dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Gang graffiti
Yaitu grafiti
yang berfungsi sebagai identifikasi daerah kekuasaan lewat tulisan nama gang,
gang gabungan, para anggota gang, atau tulisan tentang apa yang terjadi di
dalam gang itu.
Graffiti muncul di Indonesia
sekitar tahun 1990-an yaitu pertama kali muncul di daerah Jogjakarta. Graffiti sekarang
mudah dijumpai di berbagai kota di Indonesia dan kebanyakan pelakunya adalah
dari kalangan pelajar yang mengekpresikan ke tembok-tembok disudut kota.
Menurut Pujileksono
(2006: 171), Graffiti merupakan bentuk seni lukis yang hanya ditemukan pada
masyarakat kota. Meskipun dasar-dasarnya ditemukan pada kehidupan masyarakat
primitif, sebelum mengenal media kertas dan kanvas, untuk menggambar dan
menulis bisa dilakukan di batu-batu dan di kulit pohon. Secara substantive
sebenarnya sama. Hanya saja Graffiti pada perkembangannya lahir dari sikap protes dari kelompok seni rupa
terhadap kemapanan. Baik kemapanan dalam bidang seni maupun yang lainnya.
Menggambar / melukis di atas kertas atau kanvas dengan cat air, cat minyak
dianggap bentuk kesenian yang konvensional. Graffiti yang menggunakan media
tembok, cat minyak dan air brush, merupakan bentuk kesenian alternatif dan
kontemporer. Kaidah-kaidah dalam seni lukis sebagian didobrak
Dari
pengertian tersebut Graffiti lahir dan berkembang karena wujud dari sebuah
protes kelompok seni rupa terhadap kemapanan dan menganggap
seni lukis diatas media kertas maupun kanvas merupakan kesenian yang umum
sering dilakukan atau biasa. Seniman disini ingin secara bebas mengungkapkan
atau mengekspresiakan dirinya atas ketidak puasan terhadap pemerintahan.
Fungsi graffiti
2.
Sarana ekspresi ketidak
puasan terhadap keadaan sosial.
3.
Sarana pemberontakan.
4.
Sarana ekspresi
ketakutan terhadap kondisi politik dan sosial.
2. Graffiti sebagai Kebudayaan Populer
Graffiti
sebagai sebuah Kebudayaan Populer merupakan kebudayaan yang bersumber dari
rakyat dan diperuntukan untuk rakyat. Oleh karena itu Graffiti merupakan sebuah
bentuk kritikan atau sindiran atas ketidak puasan terhadap pemerintahan.
Sebagaimana
halnya di Amerika Latin, kebudayaan populer menunjukan seni yang diproduksi
dari dan untuk rakyat sebagai satu bentuk oposisi terhadap kebudayaan yang
hegemonik (hegemonic culture) yang berasal dari kelas yang berkuasa
(Kellner, 1995 : 34).
Awalnya, kebudayaan popular atau kebudayaan
pop (pop culture) bersifat massal (umum), komersial, terbuka, dan lahir
dari rakyat, dan tentunya disukai rakyat. Sehingga kebudayaan pop dikategorikan
sebagai kebudayaan rakyat (folk culture), atau kebudayaan rendah (low
culture). Bentuknya berupa musik, tarian, teater, gaya, ritual sosial, dan
bentuk lain yang bersifat tradisional. Tumbuh pada tingkatan bawah (grass-root)
sebagai perwujudan eksistensi dengan akses yang terbatas dan dicirikan dengan
kesederhanaan. Oleh karena itu, kebudayaan pop dapat disimpulkan sebagai produk
kultural yang berasal dari rakyat bawah (Irianto, 2008: 2). kebudayaan populer lazim disebut sebagai
kebudayaan massa, mengacu pada perkembangan intelektual, spritual, dan estetis
yang melekat pada diri individu, kelompok, dan
masyarakat (Irianto, 2008: 3).
Artifak-artifak kebudayaan
populer adalah bagian dari perilaku, dan makna yang dikenakan kepada perilaku
tersebut. Tetapi hal tersebut benar-benar merupakan aktivitas yang signifikan
(Burton, 2008: 37).
Simpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Fenomena Graffiti sudah ada sejak zaman mesir lukisan ini
merupakan sarana mengkomunikasikan alam
lain yang ditemui seorang pharaoh (Firaun) setelah dimumikan. Di Pompaii
sebagai sarana sepiritual dalam berburu masyarakat primitif. Di zaman Romawi
merupakan sarana menunjukkan ketidak
puasan serta diRoma sebagai alat propaganda. Sekitar tahun 70-an di Amerika dan
Eropa akhirnya merambah ke wilayah urban sebagai jati diri kelompok yang
menjamur di perkotaan, serta di amerika terdapat dua jenis graffiti yaitu gang graffiti dan Tagging graffiti. Dan Graffiti muncul di Indonesia sekitar tahun 1990-an yaitu
pertama kali muncul di daerah
Jogjakarta. Graffiti sendiri memiliki fungsi yaitu:
1.
Bahasa rahasia kelompok
tertentu.
2.
Sarana ekspresi ketidak
puasan terhadap keadaan sosial.
3.
Sarana pemberontakan.
4.
Sarana ekspresi
ketakutan terhadap kondisi politik dan sosial.
Graffiti lahir dan berkembang karena
wujud dari sebuah protes kelompok seni rupa terhadap
kemapanan dan menganggap seni lukis diatas media kertas maupun kanvas merupakan kesenian yang umum sering dilakukan atau biasa.
kemapanan dan menganggap seni lukis diatas media kertas maupun kanvas merupakan kesenian yang umum sering dilakukan atau biasa.
Pustaka
Burton,
Graeme. 2008. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra.
Irianto,
Agus Maladi. 2008. dalam Hand Out Pengkajian Kebudayaan Populer.
Pujileksono,
Sugeng. 2006. Petualangan Antropologi. Malang: UMM Press.
Rasjoyo.
1994. Seni Rupa. Jakarta: Erlangga.
Wikipedia.
“Graffiti”. (Online)
http://id.wikipedia.org/wiki/Grafiti (diakses 27 Desember 2010)
0 comments:
Post a Comment